Petani jangan sembarangan menyemprot tanaman menggunakan pestisida. Petani diminta teliti dan pandai membedakan mana pestisida palsu dan mana yang bukan. Salah satu caranya adalah dengan melihat nomor pendaftaran dan kemasan.
Pestisida palsu dan pestisida ilegal tidak diketahui mutu dan efikasinya, akan sangat merugikan petani. Petani sangat dirugikan karena harganya sama dengan produk asli tetapi kualitasnya rendah. Seluruh usaha petani untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal akan sia-sia, karena hama dan penyakit tidak terkendali. Panen tidak memuaskan. Pada akhirnya kerugian berlipat-liat.
Tidak hanya petani yang dirugikan, tetapi juga produsen pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk diantaranya paten, hak cipta, hak desaihn industri, merek dagang, hak varietas tanaman dan indikasi geografis yang tiak kalah penting adalah menghambat ekspor komoditas hasil petanian sendiri karena dinilai terlalu banyak terpapr oleh residu pestisida.
Untuk beberapa negara tujuan ekspor komoditas pertanian Indonesia sangat perhatian terhadap MRL yaitu maximum residue limit. Sehingga penggunaan pestisida palsu dan ilegal bisa mempersulit ekspor produk pertanian. Pada akhirnya akan merugikan seluruh petani Indonesia karena negara penerima akan memberlakukan untuk seluruh produk pertanian dari Indenesia.

Kerugaian Akibat Penggunaan Pestisida Palsu
Penggunaan pupuk dan pestisida palsu dapat merusak struktur tanah rusak sehingga hasil produksinya turun. Yang asli efektif, yang palsu ada kimia racikan yang malah membunuh organisme pengganggu tanaman baru.
Saat ini pestisida yang terdaftar di Kementrian Pertanian sejumlah 4.437 formulasi dengan rincian formulasi insektisida 1.530 formulasi, formulasi herbisida sebanyak 1.162 dan sisanya sebanyak 1.745 formulasi terdiri dari fungisida, rodentisida, pestisida rumah tangga dan lainnya. (Sinar Tani, Edisi 10-16 April 2019 No 3794 Tahun XLIX).
Brebes Daerah Peredaran Pestisida Palsu.
Budidaya tanaman bawang merah tergolong usaha padat modal tinggi. Petani perlu memerlukan modal biaya penanaman, biaya pemeliharaan, biaya penyemprotan tanaman hingga panen bisa mencapai Rp 150 juta per hektar. Diantara komponen yang menyerap biaya tertinggi adalah biaya pengendalian hama dan penyakit.
